Katekese tentang Jumat Agung (perayaan peringatan Wafat Tuhan Yesus).
Jumat Agung diseluruh gereja harus dijalani sebagai hari tobat dan puasa serta pantang diwajibkan.
Menurut tradisi kuno, pada hari ini Gereja tidak merayakan Ekaristi; komuni suci dibagikan kepada kaum beriman hanya selama perayaan Sengsara dan Wafat Kristus, tetapi mereka yang sakit dan tak dapat mengikuti perayaan ini dapat menerimanya setiap saat.
Perayaan Sakramen-sakramen pada hari ini juga dilarang keras, kecuali Sakramen Tobat dan Sakramen Urapan Orang Sakit. Pemakaman diadakan tanpa nyanyian, orgel dan lonceng.
Tata perayaan Sengsara dan Wafat Kristus yang berasal dari tradisi kuno Gereja (yakni: Ibadat Sabda, penghormatan salib, perayaan komuni) harus diadakan dengan tepat dan setia, dan tak boleh diubah sesukanya.
Bacaan yang tersedia harus dibacakan lengkap. Nyanyian tanggapan dan nyanyian sebelum Injil dinyanyikan seperti biasa. Kisah Sengsara menurut Yohanes dinyanyikan atau dibacakan seperti pada Minggu Palma. Setelah Kisah Sengsara ada homili yang diakhiri dengan keheningan doa sejenak.
Doa Permohonan (Doa Umat Meriah) hendaknya dilaksanakan menurut teks dan bentuk yang berasal dari tradisi kuno dengan segala intensi, karena mengacu kepada daya universalitas sengsara Kristus, yang tergantung pada kayu salib untuk keselamatan dunia.
Untuk pengangkatan salib hendaknya cukup besar dan indah. Salib harus disajikan kepada setiap orang beriman untuk dihormati, karena penghormatan pribadi adalah unsur hakiki perayaan ini; hanya bila hadir jemaat yang amat besar, ritus penghormatan bersama dapat dilaksanakan. Hanya satu salib disediakan untuk dihormati, karena dituntut kesejatian tanda.
.
Sumber :
Konggregasi Ibadat Ilahi. Perayaan Paskah dan Persiapannya, No. 59-61.63-64.66-69.
Catatan : Dalam ibadat Jumat Agung tidak ada konsekrasi, hanya ada pembagian komuni yang telah dikonsekrasi pada hari sebelumnya (Kamis Putih). Penghomatan salib Kristus dengan cium salib.